Wednesday, October 16, 2013

Jikalau tak ada telepon pintar

Jikalau tak ada telepon pintar, degupku padamu akan lebih kencang dan terawat karena menunggu pesanmu lebih lama tiba karena menunggu Bapak Pos penyampai pesan mengantar sepucuk suratmu, lebih lama dari sekedar simbol "R" ataupun notifikasi "last seen".

Jikalau tak ada telepon pintar, tidak akan ada manusia-manusia tolol yang menggadaikan nyawanya dengan membagi tangan, mata dan pikirannya; berkendara atau menatap layar terang untuk sekedar membalas pesan atau mungkin menjaga eksistensi di dunia maya. Mereka mengganggap dirinya manusia besi dan seorang pro, sepertinya.

Jikalau tak ada telepon pintar, aku atau kamu bisa sama-sama menjadi pendengar dan pembicara yang baik, saling menatap mata, membaca gerak bibir dan memperhatikan senyuman atau kernyitan dahi, bukannya menjadi pendengar bayangan yang sibuk menatap linimasa. Tapi itu juga senjata untukmu atau untukku, ketika yang didengar atau yang dibicarakan tak lagi semenarik kicauan orang populer. Atau bisa jadi, ketika tak ada yang mendengar atau berbicara denganmu, jadi senjata pembunuh sunyi.

Jikalau tak ada telepon pintar, akun realava atau gambar bergerak dalam format tigajipi tidak akan ramai dan riuh karena anak muda masa kini nya tidak lagi sibuk merekam dan menggunggah anu dan nganu.

Jikalau tak ada telepon pintar, apa hidupmu atau hidupku bisa jadi lebih mudah? Atau bisa pula jadi lebih rumit, tapi bukankah kita manusia-manusia penyuka kerumitan seperti halnya kerumitan gerak ibu jarimu mengetik atau semudah telunjukmu menyentuh layar kristal cair.

Jikalau tak ada telepon pintar, aku lebih memilih menyentuhmu ketimbang sekedar membaca pesan ambigu tak jelas makna...


Jimbaran, limabelas sepuluh duapuluhtigabelas
dua nolnol pagi.

No comments:

Post a Comment