Monday, October 15, 2012

Pertanyaan

Pertanyaan Basi
Pertanyaan Berulang
Pertanyaan Sia-sia
Pertanyaan yang sudah ada jawabnya
Pertanyaan yang sudah ada jawabnya tetapi masih ditanyakan
Pertanyaan yang ditanyakan untuk mendapat jawaban yang memuaskan ego
Pertanyaan yang ditanyakan berulang-ulang sampai dapat jawaban sesuai hati
Pertanyaan tak penting tapi harus dianggap penting
Pertanyaan yang hanya mendapat balasan pertanyaan lagi,
Lalu ditanyakan ke diri sendiri seperti apa jawabnya
Pertanyaan tak ada ujung
Pertanyaan yang kalaupun ada ujungnya tak jelas arahnya
Pertanyaan yang kalaupun ada arahnya tetap tak ada jawabnya
Putar berputar, menghabiskan sekian Joule energi yang terbuang dan terkuras sia-sia
Putar berputar, sampai napas tersengal

Saturday, October 13, 2012

Empat-Tujuh

Ruang Beruang,
Gema menggema...
Ada Gelap di ruangku.
Ada Gema lirih perih di pancang dinding.
Kosong, tapi bersuara nyaring.
Kosong, tapi ada sendu di dalam sana.
Aku sakau.
Kamu.
Candu.
Aku menangis.
Kamu.
Perih.

Rumah

Aku menyebutmu rumah, ketika aku butuh sedikit riuh kamu bisa muncul dan memberiku sekeranjang riuh beserta tawa dan kawan-kawannya.
Aku menyebutmu rumah, karena ketika aku terduduk dan tergugu kamu tak menghentikannya. Hanya ikut terduduk di sampingku kemudian tersenyum setelah usai.
Aku menyebutmu rumah, ketika semua berkicau di sekelilingku kamu mendengar.
Aku menyebutmu rumah, karena ketika rinduku mulai mengkristal kamu hanya berucap sederhana, kata yang membuat kita tanpa sadar tersenyum bersamaan.
Aku menyebutmu rumah, seperih hati menjauh dari teduhmu aku masih bisa merindu.
Aku menyebutmu rumah, karena tak peduli di bumi belahan mana kakiku memaksa untuk berpijak aku selalu tahu aku akan kembali pulang.
Ke rumah, Ke hatimu

Empat-Enam



Kawan berkata, kalau memang cinta terlihat rumit, lupakanlah.
Tapi bukankan cinta itu hidup karena kerumitannya?
Orang bilang cinta sejati itu ada karena kesederhanaannya.
Tapi apa sederhana itu cukup?
Atau kita yang terlalu menghamba pada kerumitan?

Empat-Lima

Aku menerawang jauh di atas tempat bayangmu melayang.
Aku bersedekap dengan bayang, 

bayangmu yang tak erat kupegang.
Aku berlinang dan gamang, pincang tak berpancang.
Tak ada ruang, tak punya peluang. 

Empat-Empat

Bali itu sempit.

Begitu katanya.

Sesempit ketika di tengah riuhnya lalu lintas sore lalu, aku melihat sekelebat bayangmu berkendara melintas di sampingku.

Sebegitunyakah aku mengenal dan menandaimu?

Ya, bagaimanapun juga dan seperti apapun kamu padaku, aku masih punya radar itu, radar untuk menandaimu sekalipun hanya berkedip kecil dan hampir mati.

Senang melihatmu sudah mampu menegakkan kepala untuk berjalan tangguh ke depan.

Semoga akupun bisa begitu.


Thursday, October 11, 2012

Butterfly in My Stomach

Kupu - kupu terbang di dalam perut itu menyenangkan, 
tapi sudah tak menyenangkan lagi ketika sudah jadi ulat menggeliat dalam perut. 
Musti nunggu dia berhibernasi kepompong dulu baru menyenangkan lagi, Lama!

Friday, October 5, 2012