Sunday, October 27, 2013

Aku lupa (cara) berdoa

 7-10
Ibu (pernah) mengajarkan cara bersedekap dan mengadahkan tangan untuk memohon sebuah doa.
Doa untuk semua permintaan, semua keinginan dan semua mimpi.
Aku berdoa untuk sebuah sepasang sepatu, peringkat kelas atau sebuah sepeda mini.

11-17
Ibu (pernah) mengajarkan cara mendekatkan hati kepada-Nya, tak sekedar mengadahkan tangan, tetap menjadi intim dengan-Nya agar bisikan doa sampai ke atas sana.
(Masih) doa untuk semua permintaan, semua keinginan dan semua mimpi.
Aku berdoa untuk lelaki yang mengirimkan senyumnya kepadaku pagi tadi, untuk hatinya sampai ke hatiku, hatinya yang mengenal hatiku, bahwa aku jatuh hati padanya.

18-27
Ibu (terus) mengajarkan tetap mengikat hati kepada-Nya, agar Dia menjagaku ketika ia tak dekat di sisiku, menjauhkanku dari segala mara bahaya, dari perbuatan yang dilarang oleh-Nya
Aku (mulai lupa) berdoa, tetapi masih sempat kubisikkan pintaku, keinginanku dan semua mimpiku,
Aku jauh, menjadi skeptis akan semua bisikan yang kusampaikan padanya, sampai atau tidak.
Aku (pelan-pelan) berdoa untuk menjadi bahagia dan membahagiakan dengan sebuah titel, dengan sebuah ikatan.

28
Ibu (tetap) mengingatkan untuk menjaga ikatan hati, agar Dia pun tetap menjagaku yang tertidur atau dalam perjalanan hari-hari.
Aku belajar (untuk tidak lupa) berdoa, aku masih punya simpul ikatan dengan-Nya, pelan-pelan merajut simpul kecil untuk menjadi kokoh.
Aku (belajar) untuk tahu bahwa Dia tetap mendengarku berbisik, menjagaku agar aku tak lagi lupa (cara) berdoa.
Aku (masih) pelan-pelan berdoa untuk menjadi bahagia, bahagia yang tak muluk,  menjadi bahagia agar selalu mengingat bahwa aku tak pernah lupa ajaran Ibuku untuk tak lupa berdoa.

SepuluhNolTiga
Minggu pagi ketika semua beranjak menghaturkan doa pada Tuhannya

Tuesday, October 22, 2013

Mari Meramal!

Mari meramal, meramal kira-kira, meramal peruntungan, meramal jodoh dan meramal nasib
Mari meramal, meramal nyata mimpi, meramal bunga khayal dan meramal garis tangan selaraskah dengan garis nasib.


Duadua Nolnol
Setelah mendengar cerita tentang ramal meramal

Pulang

Dia meresahkanku,
Akupun meresahkannya,
Dia yang sendiri, mungkin kesepian meskipun aku begitu pula adanya
Dia yang sendiri, mungkin selalu berusaha mencerminkan dirinya yang mampu membunuh sepi
Aku yang tiap kali resah mendengar suaranya dari seberang sana
Aku yang tiap kali cemas akan dirinya
Aku rindu
Mungkin rindu untuk pulang

Wednesday, October 16, 2013

Jikalau tak ada telepon pintar

Jikalau tak ada telepon pintar, degupku padamu akan lebih kencang dan terawat karena menunggu pesanmu lebih lama tiba karena menunggu Bapak Pos penyampai pesan mengantar sepucuk suratmu, lebih lama dari sekedar simbol "R" ataupun notifikasi "last seen".

Jikalau tak ada telepon pintar, tidak akan ada manusia-manusia tolol yang menggadaikan nyawanya dengan membagi tangan, mata dan pikirannya; berkendara atau menatap layar terang untuk sekedar membalas pesan atau mungkin menjaga eksistensi di dunia maya. Mereka mengganggap dirinya manusia besi dan seorang pro, sepertinya.

Jikalau tak ada telepon pintar, aku atau kamu bisa sama-sama menjadi pendengar dan pembicara yang baik, saling menatap mata, membaca gerak bibir dan memperhatikan senyuman atau kernyitan dahi, bukannya menjadi pendengar bayangan yang sibuk menatap linimasa. Tapi itu juga senjata untukmu atau untukku, ketika yang didengar atau yang dibicarakan tak lagi semenarik kicauan orang populer. Atau bisa jadi, ketika tak ada yang mendengar atau berbicara denganmu, jadi senjata pembunuh sunyi.

Jikalau tak ada telepon pintar, akun realava atau gambar bergerak dalam format tigajipi tidak akan ramai dan riuh karena anak muda masa kini nya tidak lagi sibuk merekam dan menggunggah anu dan nganu.

Jikalau tak ada telepon pintar, apa hidupmu atau hidupku bisa jadi lebih mudah? Atau bisa pula jadi lebih rumit, tapi bukankah kita manusia-manusia penyuka kerumitan seperti halnya kerumitan gerak ibu jarimu mengetik atau semudah telunjukmu menyentuh layar kristal cair.

Jikalau tak ada telepon pintar, aku lebih memilih menyentuhmu ketimbang sekedar membaca pesan ambigu tak jelas makna...


Jimbaran, limabelas sepuluh duapuluhtigabelas
dua nolnol pagi.

Seratus Tiga Puluh Delapan, Dua Puluh Delapan

Dua puluh delapan tercekat di satu, satu hari pukul sebelas dua satu.
Dua puluh delapan dipikir hanya serapan, serapan kekakuan, serapan keakuan.
Keakuan yang tertampar di pukul sebelas dua satu.

Dua puluh delapan membaui adam, ada delapan.
Tapi patah hati di satu Rabu, di pukul sebelas satu.

Dua puluh delapan melewati seratus tiga puluh delapan untuk menghitung kenangan dua puluh delapan.
Dua puluh delapan menjadi perempuan satu-satu, putri satu-satu.

Seratus tiga puluh delapan dalam kalendar, tapi tak terhitung hingga kembar berlembar.

Seratus tiga puluh delapan
Dua puluh delapan
Waktu berbalapan.

Ubud, tiga belas oktober duaribu tigabelas, duasatu nolsatu.

138 hari...