Friday, May 25, 2012

1-2 Tahun berisi Kemarahan


 

Kalau saja kalimat-kalimat ini tidak pernah tertulis
mungkin yang kuinginkan hanya berbicara pada diriku sendiri

Berbincang dengan udara yang keluar masuk lewat jendela kamar, dengan kebisuan dinding yang beku, dengan debu yang bertumpuk di sela buku-bukuku
Tentang kehadiran hatinya.

Hatinya yang tak pernah mampu kuterka, yang tak sanggup tersapu
Hatinya yang ingin kutempelkan dalam kliping sejarahku

Sepotong ragaku merindu, menanti agar dia datang menunduk dengan aliran tangis dari matanya. meratapi lagi semua puisi yang dia pernah dia tuliskan di atas tubuhku.
Datang dan diam mengikuti tujuan kami yang beribu waktu, setiap inci kami tulis.

Tapi sepotong lagi mengharap kelu yang terdiam mampu menguap, mengalir menginginkan tuk mendamparkan semua bukti, catatan, kenangan bahwa kami pernah saling mengenal.

Betapa potongan raga ini berdoa agar setiap tetesan air mata terhitung tidak jadi sia-sia.

Andai saja setiap detik momen yang ada seperti selembar foto yang mampu mengabadikan simpul sejarah tentang kami, aku hanya ingin tetap berada di waktu ini, tak bergulir tanpa peduli bahwa hidup harus terus berjalan.


Aku takut kan tersesat.

Kompasku menunjukkan arah yang salah, jauh dari kejujuran. Aku juga telah tertipu oleh matahari yang malah membawaku pada tebing dalam dengan ketakutan akan kebohongan yang mengalir deras di bawahnya.

Mungkin kami telah mencapai titik akhir perpisahan yang bisu, tapi tak pernah berani aku mimpikan sekalipun mataku tertutup.

Mungkin kaki kami berlawanan arah satu terdiam, satu lagi memutuskan untuk beranjak pergi.

Waktu yang kami jalani semakin larut, semangat, hasrat telah menyurut hanya karena terpaku dalam pertanyaan tentang sebuah pasti.

Terkadang aku tersadar, bertanya dan kemudian menarik sumbat waktu yang kaku agar semua tertarik kembali.

***
April 15, 2009

No comments:

Post a Comment